Skip to main content

Falsafah Siri'


Hakekat prinsip siri’ bersumber pada kalimat duai temmallaiseng, tellui temmassarang (dua bagian yang tak terpisahkan, tiga bagian yang tak terceraikan). Kalimat ini adalah jiwa yang menjadi pegangan hidup agar mampu menjadi manusia perkasa dalam menjalanani nilai-nilai kehidupan.

Dalam menjalani kehidupan itu wija to Ugi' dituntut harus memiliki keberanian, pantang menyerah dalam mengalami tantangan hidup dan orientasinya adalah harus mampu menghadapi apapun di negeri sendiri maupun di negeri orang.

Out-put Salah Tafsir atau disintegrasi siri’:

Apabila diamati pernyataan nilai siri’ dalam perwujudan tingkah laku masyarakat yang katanya berlandaskan motivasi siri’, maka akan terkesan bahwa nilai siri’ itu pada sebagian besar unsurnya berdasarkan rasa sentimentil.
Penafsiran yang berpijak dengan melihat kejadian tindakan masyarakat semisal; malu-malu, aib, iri hati, kehormatan,harga diri dan kesusilaan, ini sesungguhnya cara pandang yang kurang lengkap berdasarkan dari sudut pandang konfigurasi kebudayaan.

Hakikat kebenaran siri’:

Rasa malu yang ditempatkan bukan pada tempatnya membuat hakikat siri’ disintegrasi, mendahulukan amarah daripada rasio dalam memahami sebuah persoalan. Disintegrasi ini sangat berpotensi malahirkan ketidakstabilan sosial dalam sebuah tatanan masyarkat.


Kalau begitu seperti apa hakikat siri’?


Sumber; Lontara la toa. Dalam lontara ini berisi pesan-pesan dan nasehat-nasehat yang merupakan kumpulan petuah untuk kemudian dijadikan suri tauladan. Kata 'La Toa' sendiri memiliki pengertian petuah-petuah, dimana dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan peranan siri’ dalam pola hidup masyarakat Bugis.

Beberapa point dalam Lontara La Toa tentang Siri’:

1. Siri’ (sebagai harga diri atau kehormatan)
2. Mappakkasiri’ (Menodai kehormatan)
3. Ritaroang Siri’ ( Ditegakkan Kehormatannya)
4. Passampo Siri’ ( Penutup Malu)

Siri’ adalah sebuah perwujudan tegas demi sebuah kehormatan hidup. Kata siri’ juga dapat diartikan sebagai pernyataan sikap yang tidak serakah. Ungkapan sikap masyarakat bugis yang termanifestasikan lewat kalimat Taro Ada Taro Gau’ (satu kata satu perbuatan), merupakan tekad, cita-cita dan janji yang telah diucapkan harus dibuktikan dengan tindakan nyata.

Siri’ sejalan dengan prinsip-prinsip Abattireng Ripolipikku (asal usul leluhur senantiasa dijunjung tinggi, semuanya kuabadikan demi keagungan leluhurku).

Satu hal yang pasti bahwa, manakala harga diri masyarakat Bugis ternodai yang karena itu melahirkan aspek-aspek siri’, maka yang terkena siri’ harus melakukan upaya penghapusan siri’. Hal tersebut dapat berupa upaya musyawarah untuk membicarakan duduk persoalan, namun jika sudah melewati batas kemanusiaan dan ketentuan yang ada, barulah dilakukan upaya dengan bentuk kekuatan (secara hukum atau individual), tergantung nilai siri’ yang telah diperbuat.

Orang yang bersalah kemudian bungkam tanpa adanya niat dan tindakan memperbaiki kesalahan akan dijuluki Tau de’gaga Siri’na, orang yang tidak memiliki rasa malu.

Comments

Popular posts from this blog

Fhilia Azkayra 'Cerpen'

Fhilia Azkayra Seorang bayi perempuan mengucap salam pada dunia lewat tangisan pertamanya. Salah satu rumah sakit ternama nan mewah di Kota Palopo menjadi saksi kelahirannya. Aku punya sedikit cerita tentang rumah sakit ini. Namanya Rumah Sakit Mega Buana. Dulu ia adalah sebuah hotel bernama Hotel Mega Buana.  Pernah aku berpikir dan bertanya dalam hati, “Kenapa hotel dirubah jadi rumah sakit? Bukankah banyak biaya? Kan, hasilnya tetap bisa menghidupi pemiliknya?” Belakangan ini jawabannya baru kutemui, “Mungkin pemilik rumah sakit ingin menghanyutkan segala dosa maksiat yang pernah mengalir. Dengan menjadi rumah sakit bisa jadi semua terbayarkan.” Untung saja tidak sebaliknya, jika demikian pastilah aku bertambah pusing. Pukul. 11.20 wita, 20 desember 2017, seorang bayi dengan berat 2,3kg dan panjang 47cm telah lahir normal, tanpa caesar . Kehadirannya membuat banyak orang bungkam. Selama 4 tahun sepasang suami istri hidup dalam cibiran dan cerita miring, membuat telinga panas

Aku Bukan Gila 'Cerpen'

Suatu hari aku duduk di teras  showroom  dekat parkiran sebuah perusahaan swasta. Sebuah kantor sekaligus  showroom  yang posisinya sangat strategis, berada pas di perempatan sebelah utara PNP (Pusat Niaga Palopo) lebih dikenal dengan nama pasar sentral. Tempat ini sangat banyak dikunjungi orang, namanya juga daerah pasar, salah satu daerah yang cukup padat, banyak pejalan dan pengendara lalu-lalang, pergi-pulang pasar, secara otomatis banyak lewat di depan  showroom , tak jarang ada pengunjung yang datang dengan niat awal pergi ke pasar tapi akhirnya malah singgah membeli beberapa  furniture  dan barang elektronik yang tersedia di  showroom . Dentuman suara dari speaker system ‘home teater’ merek ternama yang dipajang—sengaja diputar—untuk menjadi magnet penarik pelanggan. Biasalah, ini strategi pemasaran. Aku bekerja sebagai  salesman  di sini . Sebagai sales  kami memiliki tanggung jawab yang cukup besar, kegiatan penjualan produk berada di tangan kami. Hal yang sangat waj

Pesan Origami untuk Ayah

Origami untuk Ayah Jika Andrea Hirata menulis novel tentang ayah maka aku membuat origami untuk ayah. Anggap saja origami ini aku yang buat meski pada kenyataannya ia tercipta dari kreatif jemarimu, ayah. Semua pasti tahu bahwa bayi dengan usia 3 bulan-sekian hari tak mungkin sanggup melakukan seni melipat kertas seperti ini. Beberapa hari lagi kita akan berpisah—meski ini adalah keputusan ayah dan ibu—dengan jangka waktu yang tidak kalian tentukan. Mungkin seminggu, sebulan, bisa jadi lebih dari itu. Meskipun demikian aku tahu bahwa ayah akan selalu merindukan setiap detik bersamaku. Ayah akan merindukan tawa dan tangisku, terlebih saat mengganti popok dikala ibu sedang sibuk menyiapkan air mandiku. Tapi, yakinkan dirimu ayah bahwa keputusanmu hari ini adalah proses pembelajaranmu yang tidak akan sia-sia. Saat dewasa kelak—jika ada ijin dari Allah SWT—engkau berencana mengirimku ke pulau seberang, mengenyam pendidikan yang lebih baik dari pendidikan yang tersedia di kot