Fhilia
Azkayra
Seorang
bayi perempuan mengucap salam pada dunia lewat tangisan pertamanya. Salah satu
rumah sakit ternama nan mewah di Kota Palopo menjadi saksi kelahirannya.
Aku
punya sedikit cerita tentang rumah sakit ini. Namanya Rumah Sakit Mega Buana.
Dulu ia adalah sebuah hotel bernama Hotel Mega Buana. Pernah aku berpikir dan bertanya dalam hati,
“Kenapa hotel dirubah jadi rumah sakit? Bukankah banyak biaya? Kan, hasilnya
tetap bisa menghidupi pemiliknya?” Belakangan ini jawabannya baru kutemui, “Mungkin pemilik rumah sakit ingin menghanyutkan segala dosa maksiat yang
pernah mengalir. Dengan menjadi
rumah sakit bisa jadi semua terbayarkan.” Untung
saja tidak sebaliknya, jika demikian pastilah aku bertambah pusing.
Pukul.
11.20 wita, 20 desember 2017, seorang bayi dengan berat 2,3kg dan panjang 47cm telah
lahir normal, tanpa caesar. Kehadirannya membuat banyak orang bungkam. Selama 4 tahun sepasang suami istri hidup dalam
cibiran dan cerita miring, membuat telinga panas dan hati tak tenang
ketika mereka ditanya, “Kenapa belum punya anak?” bahkan ada yang lebih keras,
“Jangan-jangan kamu mandul?”
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terngiang ketika malam menjelang tidur, membuat mata tetap terjaga meski kantuk menyerang.
Itu adalah sepenggal kisah dariku. Sungguh beruntung karena kami dibekali etika dan moral dalam keluarga. Kami dituntut tetap sopan, tidak terpancing emosi pada mereka yang sengaja menebar duri, kalimat bak sembilu penyayat hati harus ditanggapi seutas senyum. Kalimat penghibur kami adalah, “Bukankah rencana Allah lebih baik dari rencana manusia? Yang menurut manusia baik belum tentu baik menurut Allah...”
Itu adalah sepenggal kisah dariku. Sungguh beruntung karena kami dibekali etika dan moral dalam keluarga. Kami dituntut tetap sopan, tidak terpancing emosi pada mereka yang sengaja menebar duri, kalimat bak sembilu penyayat hati harus ditanggapi seutas senyum. Kalimat penghibur kami adalah, “Bukankah rencana Allah lebih baik dari rencana manusia? Yang menurut manusia baik belum tentu baik menurut Allah...”
Lewat
kelahiran anak pertamaku, aku benar-benar
merasa keadilan Sang Pencipta. Dua hari sebelumnya, istri ponakanku juga
melahirkan tapi dengan biaya selangit sementara aku dan istriku tidak mengeluarkan
biaya sepeserpun mulai dari prosesi persalinan hingga keluar dari rumah sakit. Aku dan ponakanku jika dibandingkan secara ekonomi maka akan
tampak jarak yang begitu jauh. Andaikata posisinya dibalik maka aku takan pernah tahu bagaimana
nasibku, mungkin sampai sekarang aku masih sibuk mencari uang tebusan. Tapi itulah,
Allah Maha Bijak, bekerja dengan cara yang sangat halus sehingga kami bisa
menerima kenyataan tanpa harus menyalahkan siapa-siapa.
Tanggal,
13 maret 2018, hampir tiga bulan setelah
kelahiran, sekitar pukul 21.30 wita malam ini aku tertawa sendiri saat mengajak
bercengkrama seorang bayi yang hanya tahu menangis dan senyum, dialog antara
ayah dan anak ini hanya kami yang paham. Saat kupandang lekat-lekat wajah anakku, aku mulai
berpikir ternyata Tuhan dan para malaikat membutuhkan waktu 4 tahun merancang
rupa seorang bayi perempuanku ini agar terlihat sempurna. Matanya bulat dan
tajam, garis hidungnya memberi kesan lembut, bibirnya merekah seperti mawar, alisnya hitam dan tebal, rambutnya lurus. Semoga wajah ini adalah cerminan jiwa yang kami harap. Fhilia Azkayra namanya.
Fhilia
Azkayra secara etimologi terdiri dari tiga suku kata; Fhilia, Azka dan Khayra.
Nama Fhilia berawal dari kecintaanku terhadap Ilmu Filsafat. Ilmu yang
membawaku pada cara berpikir kritis. Ilmu yang kudalami
saat kuliah dulu. Ilmu yang membuatku tertantang saat seorang
dosen mengatakan
“Hati-hati belajar filsafat. Kamu bisa gila...” begitu katanya.
Filsafat tidak serimut apa yang dipikirkan. Yang membuatnya terkesan rumit adalah karena kita dituntut berpikir sampai ke akar, agar menemukan jawaban yang semestinya, bukan kira-kira atau menebak. Ilmu
Filsafat secara umum akan membawa orang pada ‘cinta bijaksana’ karena begitulah
arti secara harfiah. Dengan menggunakan ontologi, epistimologi dan aksiologi sebagai landasan berpikir maka akan kita temukan bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti adanya, kita diajak untuk melihat sesuatu menggunakan kaca mata yang lebih luas. Saya tidak mengatakan bahwa saya ahli filsafat dan semoga tak ada yang mengatakan itu. Saya hanya mencoba mengupas keterkaitan antara filsafat dan nama yang kuberi pada anakku.
Dalam bahasa Yunani fhilo atau fhilia artinya cinta dan sophi atau sophia berarti kebijaksanaan. Jadi nama 'fhilia' yang melekat pada kata pertama anakku adalah 'cinta'.
Dalam bahasa Yunani fhilo atau fhilia artinya cinta dan sophi atau sophia berarti kebijaksanaan. Jadi nama 'fhilia' yang melekat pada kata pertama anakku adalah 'cinta'.
Dalam
perjalan hidup seseorang pasti akan menempuh jalan berbeda-beda untuk tujuan
hidupnya seperti juga aku. Ilmu filsafat yang kugandrungi ternyata tidak bisa
membawaku pada puncak spiritual tertinggi sehingga aku harus mencebur diri dan menyelam
agama lebih dalam. Aku dilahirkan dalam keluarga yang beragama islam. Aku sadar bahwa islam adalah sebaik-baik pelajaran. Keyakinanku tidak akan kutukar hanya karena cinta pada filsafat ala Eropa. Rasanya tidak adil jika nama anakku hanya berbau Yunani, aku ingin agar kiranya anakku tetap memegang prinsip islam. Oleh karena itu, kupilih dua kata Arab yakni 'azka' yang berarti suci dan 'khayra' artinya dihormati, lalu kugabungkan menjadi Azkayra, suci dan dihormati.
Fhilia
Azkayra adalah dua budaya besar yang tergabung dalam diri seorang
anak, Yunani dan Arab. Sebagai orang tua tentu nama adalah wakil dari pribadi
yang diharapkan untuk si buah hati begitu juga dengan kami. Anak gadis kecil
mungil ini kami harapkan tumbuh menjadi pribadi yang penuh dengan cinta,
menebar cinta sesama makhluk Allah, suci lahir dan batin sehingga harapan
dengan cinta dan kesucian ia bisa dihormati oleh penduduk bumi dan langit
begitulah arti dari Fhilia Azkayra.
Comments
Post a Comment